Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM mengungkap hingga saat ini luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mencapai 9.112.732 hektar.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengungkap luas tersebut mencakup lahan eksplorasi 1 juta hektar, lahan produksi 8 juta hektar, lahan pasca tambang 6.685 hektar, dan lahan pencadangan seluas 91 hektar.
“Luas wilayah izin usaha pertambangan nasional pada saat ini secara keseluruhan luas adalah sebesar 9.112.732 hektar yang terdiri dari status eksplorasi sebesar 1 juta, status operasi produksi 8 juta, pasca tambang seluas 6.685, dan pencadangan ada 91,” katanya dalam rapat bersama Komisi XII DPR, Selasa (12/11).
Adapun lahan produksi seluas 8 juta hektar tersebut dibagi menjadi produksi mineral logam 3.800.000 hektar, batu bara 3.900.000 hektar, mineral bukan logam seluas 73.900 hektar, batuan seluas 85.520 hektar, dan mineral bukan logam jenis tertentu 119.000 hektar.
“Untuk status operasi produksi ini mineral logam ada 3.800.000, batu bara ada 3.900.000, mineral bukan logam ada 73.900, batuan ada 85.520, dan mineral bukan logam jenis tertentu ada 119.000, dan untuk pasca tambang status perusahaan memang operasi produksi tapi pada saat ini kondisinya adalah pasca tambang itu sebesar 6.685. Sehingga total seperti yang saya sampaikan di awal adalah 9.112.732 hektar," katanya.
Sebelumnya Winarno juga menyebut ada 128 laporan mengenai tambang ilegal yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Barat sampai Sulawesi. Data tersebut dihimpun dari laporan kepolisian maupun laporan keterangan ahli kasus Pertambangan Tanpa Izin (PETI).
Winarno mengingatkan para penambang ilegal akan mendapat hukuman yang cukup berat dengan denda maksimal Rp 100 miliar. Aturan tersebut tertera dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 158.
“Terkait dengan penambangan tanpa izin, ada memang beberapa hal yang perlu kita sampaikan di sini. Baik pada saat perusahaan tidak mempunyai izin, saat eksplorasi, melakukan operasi produksi, maupun saat orang yang menampung, memanfaatkan ataupun melakukan pengolahan dan pemurnian, ini dikenakan sanksi yang sama, yaitu paling lama (penjara) 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” ujarnya.